Article Detail

Antara Profesionalitas dan Hati

Sosok guru sebagai pendidik dari masa ke masa telah mengalami proses transformasi. Di masa lalu seorang guru dikukuhkan oleh pendapat masyarakat. Ia dipandang mampu karena memiliki nilai-nilai luhur yang diikuti oleh yang lain. Meski tidak mempunyai jabatan formal, namun kehadirannya diyakini berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Kala itu menjadi sangat relevan ketika guru menjadi sosok yang “digugu dan ditiru”.
Saat ini kita berpandangan bahwa guru lekat sebagai gelar profesi. Seseorang yang berprofesi mengajar di sekolah, atau lembaga pendidikan maupun keagamaan, kita menyebutnya sebagai "GURU". Guru adalah profesi yang dilabelkan pada seseorang karena pekerjaannya.
Guru bertransformasi karena tuntutan akan tingginya penghargaan akan gelar formal. Ini tidak terjadi di masa lalu karena gelar pendidikan tidak dibutuhkan dalam mencari lapangan pekerjaan.
Menarik jika kita membandingkan sosok guru di masa lalu dan masa kini. Betapa kita masih bisa mengingat dengan jelas (minimal penulis) bagaimana guru TK kita, bagaimana guru SD kita, memberikan pelajaran kepada kita di sekolah. Mereka memberikan seluruh hidupnya untuk mengembangkan pribadi kita. Tentu bukan pelajaran yang kita ingat, tentu bukan ijasah sarjana mereka yang kita ingat (karena mereka tidak punya), tetapi bagaimana dengan hati mereka memperlakukan kita. Bagaimana nasihat-nasihatnya dan ciri khas mereka akan membekas sepanjang perjalanan hidup kita.
Pertanyaan bagi Anda sekalian, bagaimana sosok guru pada zaman sekarang? Tentu kita tidak dapat membandingkan secara frontal karena masanya memang berbeda. Guru yang kenyang dengan proses pendidikan dan mempunyai gelar profesi yang tinggi tidak semata-mata membuat guru menjadi profesional seperti yang dituntutkan oleh berbagai pihak. Pemerintah sudah memicu dengan berbagai suntikan seperti tunjangan profesi, insentif, kenaikan gaji per tahun dan sebagainya. Guru saat ini seakan sibuk dengan dunianya sendiri untuk memenuhi profesionalitasnya dengan sengaja ataupun tidak melupakan tugas utamanya untuk mendampingi secara utuh siswa-siswanya. Tidak jarang guru yang meninggalkan siswanya untuk diklat, seminar atau sebatas menyelesaikan administrasi demi cairnya tunjangan profesi.
Guru zaman dahulu barangkali jauh dari kata profesional karena sosok guru saat itu adalah panggilan hidup. Mereka bermodalkan hati bukan ijasah. Jika kita melihat lebih dalam sebenarnya menjadi sangat tipis batas antara profesionalitas dan hati. Guru zaman dulu mengandalkan hati, sedangkan guru masa sekarang berpegang pada profesionilitas. Sebenarnya mereka akan menjadi seimbang, manakala profesionalitas yang dijunjung oleh guru zaman sekarang dibarengi dengan hati dalam melaksanakan amanah untuk mendidik generasi bangsa ini. Dengan harapan guru masa kini tetap menjadi sosok yang dapat “digugu dan ditiru”, bukan sekedar pekerjaan atau profesi, maka harus mulailah guru tetap pada jalur tujuan panggilan hidupnya. Menjadi profesional sangatlah penting, tetapi jangan lupakan hati untuk menjadi dasar profesionalitas kita.  (@l-x_divpend)
 
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment